Konflik Perang Thailand dan Kamboja yang Memperparah Ketegangan di Kawasan Asia Tenggara
Perang antara Thailand dan Kamboja telah memicu krisis kemanusiaan dan ketegangan politik di kawasan Asia Tenggara. Pada hari ketiga konflik, jumlah korban jiwa terus meningkat, dengan total 32 orang dilaporkan tewas dari kedua belah pihak. Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja menyebutkan bahwa tujuh warga sipil dan lima tentara mereka gugur dalam serangan roket Thailand ke sebuah pagoda tempat berlindung. Di sisi lain, otoritas Thailand mencatat 13 warga sipil, termasuk anak-anak, serta enam personel militer turut menjadi korban jiwa.
Selain itu, sekitar 59 orang lainnya, terdiri dari 29 tentara dan 30 warga sipil Thailand, mengalami luka-luka akibat serangan dari Kamboja. Dalam upaya evakuasi, sekitar 138 ribu warga Thailand telah dievakuasi dari wilayah perbatasan, dengan pemerintah membuka lebih dari 300 pusat pengungsian. Sementara menurut otoritas Kamboja, lebih dari 20 ribu penduduk dari Provinsi Preah Vihear meninggalkan rumah mereka untuk menghindari dampak pertempuran.
Pemerintah Thailand telah menetapkan status darurat militer di delapan distrik perbatasan sejak Jumat lalu. Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Dave Akbarshah Fikarno menyoroti pentingnya mengarahkan konflik ini ke ruang diplomasi. Politikus Partai Golkar tersebut menyarankan dialog melalui ASEAN sebagai salah satu upaya damai. Dave menekankan bahwa Indonesia perlu menggunakan semua forum yang ada untuk mendorong perdamaian antara dua negara tetangga.
Anggota Komisi I DPR, Amelia Anggraini, juga menyerukan agar pemerintah Indonesia membuka dialog dalam menyikapi konflik Thailand-Kamboja. Politikus partai NasDem ini memperingatkan agar perselisihan tidak berkembang menjadi konflik terbuka. Dia menekankan bahwa Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Wakil Ketua Komisi I dari Partai Keadilan Sejahtera Sukamta menilai perang Thailand-Kamboja berpotensi mengganggu stabilitas kawasan ASEAN. Sukamta berharap pemerintah Indonesia proaktif dalam mendorong proses perdamaian antara Thailand dan Kamboja, baik melalui hubungan diplomatik maupun kerangka ASEAN. Hubungan baik antara Indonesia dengan kedua negara dapat digunakan untuk menjembatani proses perdamaian.
Belum ada keterangan resmi dari pemerintah tentang upaya mendorong dialog perang Thailand dan Kamboja. Kementerian Luar Negeri RI menyatakan terus memantau perkembangan di perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Kemlu meyakini bahwa kedua negara akan segera kembali menempuh cara-cara damai sesuai prinsip-prinsip ASEAN.
Menteri Sekretaris Negera Prasetyo Hadi mengharapkan eskalasi konflik tidak meningkat. Namun, ia menolak berkomentar mengenai keputusan politik kedua negara. Pemerintah fokus pada penyelamatan WNI di Thailand. “Yang paling penting memastikan warga negara kita di sana aman,” ujarnya.
Dampak Konflik Terhadap Kawasan dan Indonesia
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Andrew Wiguna Mantong, menyebut konflik ini menunjukkan lemahnya kapasitas ASEAN dalam merespons krisis di wilayahnya sendiri. Andrew mengatakan konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja saat ini memiliki dampak serius terhadap stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Dosen hubungan internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengingatkan konflik tersebut dapat menyeret Indonesia secara tidak langsung. Teuku mengatakan posisi Indonesia dalam konflik Thailand-Kamboja bisa dianggap tidak netral, terutama jika pengawasan wilayah lautnya longgar. Ada potensi dampak perang pada pergerakan logistik dan senjata melewati jalur maritim Indonesia tanpa terdeteksi.
Sukamta juga menilai Indonesia tidak akan terdampak secara langsung perang Thailand dan Kamboja. Tapi, Legislator bidang pertahanan ini menyebut konflik yang membesar berpotensi menimbulkan kerentanan, dengan hadirnya pengungsi atau perdagangan senjata melalui wilayah negara ketiga.
Adinda Jasmine dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.






