Peran ChatGPT dalam Konsultasi Kesehatan: Tantangan dan Solusi
Penggunaan teknologi seperti ChatGPT untuk konsultasi kesehatan semakin marak. Meski memiliki potensi besar dalam memberikan informasi awal, para ahli menegaskan bahwa alat ini tidak bisa menggantikan peran dokter dalam diagnosis dan penanganan medis yang tepat. Hal ini menjadi fokus utama dari berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Kesehatan RI.
Kekhawatiran Utama terkait Data dan Lokalisasi
Salah satu isu utama yang muncul adalah lokasi dan sumber data yang digunakan oleh AI seperti ChatGPT. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan sekaligus Ketua Tim Transformasi Teknologi dan Digitalisasi Kesehatan (TTDK) Kementerian Kesehatan RI, Setiaji, menyampaikan kekhawatiran tersebut dalam sebuah acara Building Trust in Healthcare AI yang diselenggarakan oleh Philips di Jakarta pada Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, data yang digunakan oleh ChatGPT tidak berasal dari Indonesia, sehingga memicu kekhawatiran akan relevansi dan akurasi informasi yang diberikan. Ia menyoroti pentingnya menyiapkan solusi konsultasi berbasis AI dengan data lokal yang dapat dipercaya.
Inisiatif Lokal sebagai Alternatif
Untuk menjawab tantangan ini, sudah ada beberapa inisiatif lokal seperti Sahabat AI. Proyek ini dibangun bersama mitra teknologi di Indonesia dan menggunakan basis data serta bahasa Indonesia. Dengan demikian, informasi yang diberikan lebih relevan dan sesuai dengan kondisi kesehatan masyarakat setempat.
Selain itu, sistem ini juga dirancang untuk memastikan informasi yang diberikan telah melalui proses verifikasi. Ini menjadi kelebihan dibandingkan pencarian informasi bebas di internet yang belum tentu akurat.
Edukasi Masyarakat sebagai Langkah Utama
Setiaji mengakui bahwa saat ini belum ada alternatif yang cukup kuat untuk menggantikan AI global seperti ChatGPT. Oleh karena itu, langkah yang paling efektif adalah meningkatkan edukasi kepada masyarakat.
“Kita belum bisa mencegah masyarakat untuk menggunakan [ChatGPT], karena belum ada alternatifnya. Tapi yang paling penting adalah edukasi bahwa tetap harus konsultasi ke dokter,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pengetahuan AI masih terbatas dan dokter selalu mengikuti perkembangan diagnostik terbaru. Selain itu, gejala penyakit sering kali kompleks dan tidak bisa disimpulkan hanya dari satu keluhan. Misalnya, rasa pusing bisa saja disebabkan oleh masalah organ lain, bukan hanya gangguan kepala.
Pentingnya Sensitivitas dan Akurasi dalam Penerapan Teknologi
Dalam penerapan teknologi kesehatan, Setiaji menekankan dua indikator utama: sensitivitas dan akurasi. Sensitivitas berkaitan dengan kemampuan AI mendeteksi berbagai jenis penyakit, sedangkan akurasi mengukur seberapa tepat diagnosis yang dihasilkan.
Faktor lain seperti kualitas gambar juga sangat memengaruhi hasil diagnosis berbasis AI. Jika gambar yang digunakan tidak jelas atau buram, maka hasil diagnosis akan menurun. Oleh karena itu, kedua aspek ini sangat penting dalam menilai efektivitas teknologi kesehatan.
Keamanan Data Pasien sebagai Faktor Penting
Aspek keamanan data pasien juga menjadi perhatian utama. Setiaji menekankan pentingnya prinsip shared responsibility antara rumah sakit dan pasien. Jika kebocoran data terjadi karena password yang mudah ditebak, maka individu yang bersangkutan bertanggung jawab. Namun jika kebocoran terjadi di sisi institusi, maka rumah sakit harus menanggung akibatnya.
Ia menyarankan penggunaan backup, sistem enkripsi, dan penerapan standar keamanan seperti ISO. Dengan demikian, data pasien tetap aman meskipun terjadi kebocoran.
Peran AI sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti Dokter
Direktur Utama Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita, Iwan Dakota, juga menegaskan bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti dokter. Menurutnya, AI dapat membantu menegakkan diagnosis dan menuntun ke arah terapi, tetapi tidak bisa dipercaya 100% dan tidak menggantikan peran dokter.
Risiko terbesar dari penggunaan AI seperti ChatGPT untuk konsultasi kesehatan adalah misdiagnosis dan misinterpretasi. Hal ini bisa berujung fatal karena pasien mungkin merasa sehat berdasarkan jawaban AI, padahal sebenarnya tengah mengidap penyakit serius yang membutuhkan penanganan segera.
Kombinasi Manusia dan Mesin sebagai Solusi Terbaik
Iwan menekankan pentingnya kerja sama antara tenaga medis dan teknologi. “Human and machine [manusia dan mesin] kombinasi dua hal itu yang terbaik. Kalau salah satu hilang, kita tidak bisa dapat hasil yang optimal,” pungkasnya.






