Narasi dan Pelestarian Jadi Kunci Berkembangnya Wisata Sejarah

Narasi dan Pelestarian Jadi Kunci Berkembangnya Wisata Sejarah

Wisata Sejarah: Kunci Pemahaman Budaya dan Pengembangan Ekonomi Daerah

Wisata sejarah memiliki peran penting dalam memperkuat identitas budaya suatu daerah. Berbeda dengan sektor pariwisata lainnya, destinasi wisata sejarah menawarkan pengalaman yang mendalam dan terhubung langsung dengan nilai-nilai lokal. Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk memajukan sektor ini dan menjadikannya lebih menarik bagi masyarakat.

Salah satu tokoh yang turut berkontribusi dalam mengembangkan wisata sejarah adalah Adipati Kadipaten Mangkunegaran sekaligus Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Persero), KGPAA Mangkunegara X. Ia menyampaikan bahwa wisata sejarah harus dikemas secara relevan dan kontekstual agar dapat diterima oleh generasi muda. Menurutnya, jika generasi muda tertarik, maka orang tua juga akan ikut merasa tertarik.

Read More

“Di Mangkunegaran, saya mengedepankan untuk generasi muda agar bisa menjadi penerus. Dan yang saya perhatikan, kalau generasi muda senang, biasanya yang tua akan ikut,” ujarnya dalam diskusi yang digelar di Kota Semarang.

Gusti Bhre, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa kawasan Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang atau Joglosemar menjadi tiga daerah dengan potensi wisata sejarah yang sangat kaya. Ketiga daerah ini bahkan bisa menjadi hub atau pintu masuk untuk mengangkat potensi wisata yang ada di daerah-daerah sekitarnya.

“Kalau kita bicara sejarah, ini pentingnya narasi dan nilai. Karena apapun itu, kalau kita bisa cari intisarinya, story-nya. Semua akan bisa menjadi sesuatu. Destinasi pariwisata fisik itu tidak cukup. Karena sekali wisatawan datang, akan sulit untuk kembali lagi,” jelas Gusti Bhre.

Pendapat tersebut didukung oleh Fransiskus Asisi Suhariyanto, kreator konten sekaligus pemerhati sejarah asal Malang. Ia menilai Jawa Tengah memiliki potensi wisata sejarah yang luar biasa, seperti situs purbakala di Sangiran, candi-candi kuno, hingga situs Kesultanan Demak yang kaya akan narasi sejarah.

“Nilai sejarah tanpa narasi itu nonsense, itu tidak akan sampai ke masyarakat. Kita tidak akan mengerti. Maka saya pikir, ketika membangun konten, kita harus kuat secara narasi. Sebagai contoh, candi yang paling banyak itu bukan di Bali, Jawa Timur, tetapi di Jawa Tengah. Itu harus menjadi sebuah kebanggan,” ujar Asisi.

Selain narasi, dukungan dari lembaga pemerintah juga sangat penting dalam pengembangan wisata sejarah. Rahmat Dwisaputra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah, menyebut wisata sejarah punya potensi besar untuk meningkatkan perekonomian daerah. Untuk itu, BI Provinsi Jawa Tengah memberikan dukungan melalui platform digital Jejak Wisata Sejarah atau Jasirah serta Jasirah Race.

Platform ini tidak hanya menampilkan lokasi dan informasi tentang wisata sejarah di Jawa Tengah, tetapi juga dilengkapi dengan informasi sejarah yang disusun oleh para sejarawan dengan bahasa yang informatif namun tetap menarik.

“Situs sejarah itu banyak, kalau orang mau kembali karena hanya melihat situs atau bangunan, mungkin sulit. Paling sekali dua kali, setelah itu bosan. Tetapi, dengan narasi yang baik, itu akan membuat orang untuk kembali lagi. Itu yang dicari dan mereka rela membayar mahal untuk itu,” tutur Rahmat.

Selain narasi, pelestarian situs bersejarah juga menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Sumarno, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, menekankan bahwa pelestarian situs sejarah menjadi kunci utama dalam pengembangan wisata sejarah. Ia mencontohkan Candi Borobudur, yang meskipun menjadi destinasi wisata prioritas nasional, tetap membutuhkan inovasi agar tetap lestari dan bisa dikembangkan secara pariwisata.

Sumarno berharap inisiatif pengembangan wisata sejarah di Jawa Tengah dapat berjalan paralel dengan perhatian masyarakat untuk merawat situs dan peninggalan sejarah yang ada. “Kami ingin masyarakat mengenal, mencintai, dan mendatangi situs itu. Untuk menikmati dan ikut menjaganya,” ujarnya.

Related posts