Perang Thailand-Kamboja dan Dampaknya terhadap Stabilitas Asia Tenggara
Wakil Ketua Komisi I DPR, Sukamta, mengungkapkan kekhawatiran terhadap dampak konflik antara Thailand dan Kamboja terhadap kawasan Asia Tenggara. Menurutnya, meningkatnya ketegangan di sekitar Kuil Preah Vihear dapat melemahkan stabilitas wilayah ASEAN.
“Jika konflik berlangsung semakin besar, bisa saja muncul risiko seperti pengungsi atau perdagangan senjata melalui wilayah negara ketiga,” ujar Sukamta dalam pernyataannya. Konflik ini telah memicu pertempuran di sekitar Candi Prasat Ta Moan Thom di Surin, Thailand, yang berada dekat dengan perbatasan Kamboja. Wilayah ini menjadi pusat ketegangan sejak lama, dan situasi memburuk setelah insiden bersenjata pada Mei 2025.
Ketegangan tidak hanya terkait klaim sejarah, tetapi juga berdampak pada stabilitas politik dan keamanan kawasan. Perseteruan antara dua negara berasal dari warisan kolonial Prancis pada awal abad ke-20. Peta yang dibuat oleh otoritas kolonial menempatkan Kuil Preah Vihear di wilayah Kamboja, sementara Thailand menganggap kawasan tersebut masih termasuk wilayahnya. Sengketa ini kemudian dibawa ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1959.
Pada 1962, ICJ memutuskan bahwa kuil itu milik Kamboja. Meski putusan ini seharusnya mengakhiri perselisihan, masalah garis batas di sekitarnya tetap menjadi sengketa. Situasi memuncak pada 2008 ketika UNESCO menetapkan Kuil Preah Vihear sebagai situs warisan dunia. Thailand merasa keputusan ini memicu klaim sepihak Kamboja dan mengancam kedaulatannya. Sejak saat itu, bentrokan bersenjata sering terjadi, termasuk pada Februari 2011 yang menewaskan lima tentara.
Konflik ini berdampak pada hubungan diplomatik, perdagangan lintas batas, dan pariwisata. Wilayah yang seharusnya menjadi potensi ekonomi berubah menjadi zona militer. Organisasi internasional seperti Uni Eropa dan PBB beberapa kali menyatakan keprihatinan atas kenaikan konflik sambil mendesak kedua negara mencari solusi damai melalui dialog.
Anouar El Anouni, juru bicara urusan luar negeri Komisi Eropa, menyampaikan bahwa Uni Eropa terus memantau perkembangan situasi di kawasan. “Kami sangat prihatin dengan berita meningkatnya ketegangan baru-baru ini, dengan adanya laporan jatuhnya korban jiwa, termasuk di antaranya warga sipil,” katanya.
Sengketa perbatasan Thailand-Kamboja tetap menjadi contoh bagaimana warisan sejarah kolonial dan perbedaan tafsir hukum internasional dapat memicu ketegangan berkepanjangan. Meskipun berbagai upaya diplomasi telah dilakukan, persoalan di perbatasan masih sulit terselesaikan sepenuhnya. Ketegangan politik domestik di masing-masing negara pun kerap mempengaruhi dinamika konflik ini.
Banyak pihak berharap kedua negara dapat menemukan kesepakatan yang lebih permanen melalui dialog dan mediasi kawasan. Uni Eropa menyerukan penurunan intensitas konflik dan mendesak Kamboja maupun Thailand untuk menahan diri, melanjutkan dialog melalui jalur diplomatik, serta memprioritaskan keselamatan rakyat.






