Viral Salat Id Ponpes Al-Zaytun Campur Pria-Wanita Di Satu Saf

Viral Salat Id Ponpes Al-Zaytun Campur Pria-Wanita Di Satu Saf

IKABARI.COM, INDRAMAYU – Warganet di buat geger dengan prosesi salat Idul Fitri yang di duga di laksanakan Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu. Dalam postingan akun Instagram @kepanitiaanalzaytun pada Sabtu (22/4/2023), terlihat saf salat di buat berjarak serta ada jamaah perempuan berada paling depan.

Dalam foto lainnya, terlihat jamaah perempuan tersebut masih berada di barisan paling depan untuk mendengarkan khutbah. Dokumentasi itu di perkuat dengan video yang di unggah di akun YouTube Al-Zaytun Official dengan judul (AL-ZAYTUN) KHUTBAH IED AL FITHRI 1444 H.

Video tersebut menampilkan perempuan itu masih terlihat duduk di barisan depan bersama jamaah laki-laki lainnya saat khutbah oleh pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang berlangsung. Video berdurasi satu jam lebih itu di unggah pada Sabtu (22/4/2023).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Indramayu, KH Satori mengaku tidak memahami tata cara peribadatan yang dilakukan Ponpes Al-Zaytun, termasuk pelaksanaan salat Idul Fitri 1444 Hijriah yang menuai kontroversi.

Terkait saf salat berjamaah termasuk saat Idul Fitri, KH Satori mengatakan perempuan seharusnya berada di barisan belakang laki-laki, meskipun secara hukum tidak haram dan tidak membatalkan salat.

“Ya saya tidak tahu praktik. Ada perempuan di depan gitu ya secara hukum tidak haram dan tidak membatalkan tapi tata caranya tidak sesuai dengan tata cara anjuran Rasul tentang saf salat jadi perempuan kan di belakang tidak di depan,” kata Ketua MUI Indramayu, KH Satori saat di hubungi detikJabar di kutip jabarmedia, Minggu (23/4/2023).

Selain itu Satori menyoroti renggangnya jarak antarjamaah. Menurutnya saat ini tidak ada imbauan tentang aturan salat seperti saat pandemi COVID-19. Sehingga, seharusnya jarak dalam barisan salat lebih rapat.

“Iya berjarak maka itu jangankan kita di tingkat Kabupaten. Sekarang kan sudah tidak ada lagi aturan pembatasan jarak dan sebagainya sudah tidak pandemi lagi tapi tidak tahu ada inisiatif siapa atau aturannya. Secara hukum yang salat itu rapat dan lurus barisannya seperti itu,” jelasnya.

Ponpes Al-Zaytun Tertutup

Di akui Satori jika Ponpes Al-Zaytun yang berada di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, terkesan sangat tertutup bahkan eksklusif. Sebab, sampai sejauh ini tidak ada transparansi yang di terima oleh MUI.

“Memang Al-Zaytun itu kan pesantren di Indramayu, eksklusif kita tidak bisa intervensi apa-apa dan kalaupun kita tidak suka juga susah, levelnya nasional pun kadang tidak di tanggapin gitu,” kata Satori.

Dengan adanya praktek salat Idul Fitri 1444 Hijriah yang beredar, MUI pun tidak bisa berbuat banyak atau melakukan intervensi terhadap Ponpes Al-Zaytun.

“Jadi terkait dengan itu, ya kami tidak bisa mengintervensi sebab walaupun berada di Indramayu. Masyarakat Indramayu tidak pernah bangga adanya Al-Zaytun di Indramayu gitu. Sebab lagi-lagi ya eksklusif segala sesuatunya tidak mau di campuri dan tidak ada seseorang pun yang bisa mempengaruhi,” ujar Satori.

Di jelaskan Satori, MUI pernah mendatangi Ponpes Al Zaytun, namun, dalam kunjungan itu. Pihaknya tidak mendapat penjelasan yang pasti mulai dari tentang sumber dana hingga faham atau aliran yang di ajarkan pondok pesantren itu.

“Saya dulu justru itu dulu waktu baru berdiri santrinya baru belasan ribu, saya masuk ke situ. Ternyata Al-Zaytun itu susah, tidak transparan, sumber dana dari mana? Dari umat Islam. Ini alirannya apa? Kita ya pokoknya pakai aliran Islam. Gak ada aliran Ahlusunah Waljamaah, pahamnya siapa siapa gak ada,” jelas Satori.

“Karena itu kami tidak pahami tentang Al-Zaytun. Dan kami lebih baik diam daripada ada semacam konflik horizontal antara sesama umat islam,” sambung dia.

Tak Sesuai Dengan Hukum Islam

Sementara itu Sekretaris Ulama Indonesia Jawa Barat (MUI Jabar) Rafani Akhyar menegaskan tata cara salat Idul Fitri yang di gunakan Ponpes Al-Zaitun tak sesuai dengan hukum Islam. “Ya itu tidak sesuai dengan tuntunan salat,” kata Rafani di hubungi detikJabar via sambungan telepon.

“Dalam tuntunan itu, shalat dalam tuntunan yang shahih adalah wanita di belakang,” imbuhnya.

Menanggapi kasus ini, MUI bakal menelusuri kejadian tersebut. “Saya belum cek ya, apakah karena darurat tempat salat atau gimana. Kalau salat berjamaah perempuan itu di belakang, antara laki-laki perempuan ada (batas). Bukan berarti kita merendahkan perempuan,” ujarnya.

“Tidak mungkin, wanita itu di belakang (shaf),” desaknya.

Hingga saat ini upaya detikJabar konfirmasi ke Sekretariat Ponpes Al Zaytun melalui pesan WhatsApp terkait kasus tersebut belum mendapat jawaban.

(detik/Tubagus)

Related posts