Nikahi Wanita Jepang,Pria Madura Kini Sukses Jadi Petani di Negara Asing,Kelola Lahan 35 Hektare

Kisah Abu atau Cak Annas (43), seorang pria asal Madura, yang membuat seorang wanita Jepang berusia 42 tahun, Ichisawa Chikako, jatuh cinta padanya.

Selain itu, warga Lumajang ini berhasil menjadi petani yang sukses dan mengelola lahan seluas 35 hektare.

Sekarang ia dan istrinya menggarap ladang padi di Jepang.

Cak Annas tidak menyangka memiliki istri dari keluarga terkemuka di daerah Prefektur Ibaraki, Mito, Jepang.

Cak Annas menceritakan kisah ketemu ia dengan Chikako saat ditunjuk sebagai pembicara dalam Seminar Teknologi Pertanian di Wisma Keluarga Madura (IKAMA), Desa Jukong, Labang, Bangkalan, 26 Desember.

Chikako beserta anak-anaknya mengikuti kegiatan istrinya, Cak Annas, bersama di Bangkalan saat menghadiri sebuah kegiatan workshop yang terkait dengan teknoogi pertanian.

Ia mengenakan jilbab hijau yang freshmen dipadukan dengan pakaian batik berwarna ungu, begitupun anak-anaknya yang mengenakan gamis.

Ia pertama kali mengenal Chikako di Bali pada tahun 2005.

“Apaan mereka boleh tahu, apakah saya bisa menjadi ibu dari anak-anak mereka?” tanya Cak Annas.

Mendengar pertanyaan dari Cak Annas, Chikako langsung mengangguk.

Bagi seorang remaja Chikako yang mencari karir, Pulau Bali tampak seperti tujuan destinasi wisata yang menjanjikan.

Setelah pertama kali mengunjungi Pulau Dewata pada tahun 2005, Chikako berusia 23 tahun, dia mulai sering kembali ke Bali.

Dia rela meliputi perjalanan yang sangat panjang sekitar 5.691 km, yakni jarak udara antara Tokyo dan Bali yang biasanya membutuhkan waktu sekitar 7 jam 20 menit.

Cak Annas menurutkan segalanya bagi Chikako.

Saya pertama kali bertemu dengan Chikako di sebuah warung kerajinan di Bali.

Sampai suatu saat kami menyadari bahwa kami pernah memiliki suatu keinginan pria, tapi tidak perempuan.

“Istrinya ketika itu bertanya tentang agama Islam karena terkesan aneh,” kenang Cak Annas.

Chikako terkejut karena masyarakat di Bali yang sifatnya mayoritas memeluk agama Hindu, bisa saling hidup berdampingan dengan Islam.

Menurut Chikako dan kebanyakan warga Jepang hingga saat ini, di mata mereka, Islam masih dianggap sebagai agama teroris yang menakutkan dan sangat memberontak.

Cak Annas hanya menjawab keraguan Chikako tentang Islam menurut kemampuan yang dimilikinya.

Hingga akhirnya Chikako menetapkan itself sebagai muzabar di tahun 2010.

Apa yang kesepakatan Anda dan wanita tercinta sebelum menikah?

“akhirnya kami menikah tanpa ada rasa cinta pada awalnya, tanpa ada pacaran, atau yang aneh-aneh. Kami terikat oleh agama Islam,” sebut Cak Annas.

Sekarang Chikako dan Cak Annas dikarunia empat orang anak, yaitu Sakura Asmaul Husna, Dewa Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Musashi Prajana Fathul Muslim, dan Kharen Sekar Arum Jannatul Balqis.

Setelah menjadi muslim dan menikah dengan Cak Annas pada tahun 2010, sepasang suami istri tersebut mengembara ke Prefektur Ibaraki, Mito, Jepang.

Mereka pergi ke Jepang untuk mengurus tata trời pernikahan mereka, karena mereka adalah warga negara dari dua tempat yang berbeda.

Pada awal kemunculannya di kampung asal Chikako, Cak Annas yang hanya mengantongi ijazah SD harus berpikir.panjang untuk mendapatkan biaya hidup di Jepang.

Pada tahun 2011, Jepang mengalami kerusakan besar akibat serangan badai tsunami yang dahsyat.

Cak Annas mengatakan bahwa awalnya ia hanya mencari tahapan riset visa selama tiga bulan tanpa niat untuk menempati Jepang.

Sebagai suami, ia merasa mampu menopang Chikako hidupnya dengan mencari nafkah di Indonesia.

Tetapi karena menikah dengan warga Jepang, pemerintah memperpanjang visanya hingga satu tahun.

Politis ini juga berdasarkan pada situasi Jepang yang mengalami kerusakan besar akibat tsunami pada infrastruktur, jalan, dan bangunan bergaya beberapa lantai.

“Saya tinggal di Jepang satu tahun dan bekerja sambilan. Berikut beberapa pekerjaan yang pernah saya lakukan, seperti membersihkan puing-puing bangunan dan mencari barang-barang bekas untuk dijual,” kata Cak Annas.

Beberapa bulan kemudian, Cak Annas diterpa kemelut yang tidak bisa ditebak.

Chikako sedang dwi kandungan, kandungannya yang pertama adalah Sakura Asmaul Husna, sehingga izin menikahi Cak Annas menunggu satu bulan.

“Saya bersyukur kepada Allah karena harapan kami untuk menempatkan anak pertama kami lahir di Jepang, akhirnya dikabulkan oleh pemerintah,” kata Cak Annas.

Itu menjadi kesempatan berharga bagi Cak Annas untuk mencoba meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarganya.

Dia melamar pekerjaan di salah satu perusahaan terkenal di Jepang, Kubota, yang menghasilkan berbagai peralatan pertanian, seperti traktor.

Saat saya mengajukan lamaran pekerjaan, saya diperkenalkan dengan sebuah mesin traktor rusak di bagian pompa air untuk diperbaiki.

Saya juga tidak tahu seperti apa bentuknya pomp air, saya juga tidak bisa membaca huruf Kanji.

“Saya bersyukur karena bisa mengatasi masalah bantuan dari staf senior dan akhirnya diterima sebagai mekanik di perusahaan raksasa itu,” katanya.

Tiga tahun kemudian, Cak Annas sering mendengarkan perihal keluh kesah para petani tua di lingkungannya.

Permasalahannya mirip dengan hampir seluruh petani di Indonesia, yaitu tentang kurangnya minat remaja untuk memulai usaha pertanian.

Generasi muda Jepang tidak keberatan menjalani pekerjaan bertani karena doktrin yang diyakini, seperti di Indonesia, sebagai pekerjaan yang lelah, kotor, dan tidak sepadan.

Ia mengingatkan bahwa, jika 10 petani masing-masing memiliki lahan satu hektar dan mereka semua harus berhenti karena tidak ada penerus, maka akan ada lahan seluas 10 hektar yang tidak terawasi.

Pada saat itu, Cak Annas memutuskan untuk menjadi petani yang ke-11 dan pada awalnya menggarap lahan seluas 10 hektar bersama Chikako.

Hingga disadari tidaknya, mereka dipercaya untuk mengelola lahan pertanian dengan menggunakan dukungan teknologi pertanian modern, seperti mesin penyemai bibit padi.

Apa pun yang saya lakukan, istri selalu mendukung, selama anak-anak tidak kelaparan.

“Tapi ayah mertua awalnya tidak setuju, baiknya termasuk orang yang berpengaruh, yaitu Ketua Ikatan Dokter Hewan yang mencakup lima provinsi,” katanya.

Cak Annas memiliki dedikasi tinggi terhadap sektor pertanian, lalu dia dipercayakan sebagai guru di dua Sekolah Dasar untuk memberikan pendidikan kepada murid-murid.

Yaitu ilmu yang berkaitan dengan cara mengolah lahan, menanam, serta penanganan padi pada saat panen.

Pemerintah daerah sedang mengambil langkah untuk memperkenalkan sistem pertanian sejak usia dini kepada siswa, guna melahirkan generasi baru petani.

Pihak sekolah menyediakan tanah atau area demplot khusus, sehingga siswa dapat langsung bersentuhan dengan lumpur.

Jadi hasilnya diserahkan kembali kepada mereka, meskipun jumlahnya sangat sedikit atau hanya sedikit.

“Apa yang mereka lakukan sama seperti pemotretan calendar. Mereka merencanakan kapan jenis tanaman apa yang harus ditanam. Sekarang kita tahu… Dan mereka sendiri yang menanam dengan mengosongkan hiasan telepon genggam pada fellas. Mereka semeppy di luar dan berbicara secara terbuka melalui web. Kita mengatakan kearah tradisi baru untuk membocorkan hasil bunch yang mereka telah bekerja keras dalam seminggu.

“Aku berharap di Indonesia bisa mengadopsi hal itu, jangan rasa malu dan jangan ragu demi terus keberlangsungan sektor pertanian nasional,” ujarnya.

Hingga saat ini, Chikako dan Cak Annas telah menggarap lahan pertanian seluas 35 hektar di Jepang dengan menggunakan mesin-mesin berkinerja tinggi yang ramah lingkungan.

Dari empat musim di Jepang yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin; dua musim yang semuanya digunakan negara Jepang untuk panen padi adalah musim semi.

Hanya satu kali panen,” kata Chikako mengakhiri pembicaraan dengan Tribun Jatim Network. “Mei, Juni, Juli, Agustus, dan September sudah musim panen, di mana Mei adalah bulan yang mengindikasikan awal musim kemarau, langsung setelah musim takut hujan atau musim hujan.

Sekarang, Cak Annas dan Chikako merasakan nikmatnya buah dari usaha keras mereka menggarap tanah pertanian.

Mereka membawa anak-anaknya ke Indonesia oleh H Mohammad Rawi, ketua Ikatan Keluarga Madura (IKAMA), yang juga murid tradisional dari Madura, untuk berpartisipasi dalam membicarakan tentang pengetahuan tradisional tentang pertanian untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia.

Bahkan anak pertama mereka, Dewa Amar Ma’ruf Nahi Munkar yang masih sekolah di SD kelas 6, akan dikirim ke Indonesia untuk mengenyam pendidikan Islam di Pondok Pesantren Tambakberas, Jombang.



Informasi lengkap dan menarik lainnya dapat ditemukan di

Related posts