Sujanarko memberikan penilaian terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga penegak hukum selama satu tahun terakhir. Aktivis anti-korupsi ini menyoroti kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, Kepolisian, dan Pemerintah dalam menangani kasus-kasus penyuapan.
Dalam kasus korupsi oleh Harun Masiku kepada bekas komisioner KPU, Wahyu Setiawan, beliau mengingatkan pentingnya menjaga kekonistengan lembaga anti korupsi.
“Politiknya,” ungkap Sujanarko saat dihubungi melalui aplikasi pesan, Senin, 30 Desember 2024.
Sementara itu, kejaksaan Sujanarko menyarankan agar kejahatan korupsi tidak dirayakan dengan tuduhan besar kerugian negara yang tidak realistis. Menurutnya, hal ini akan membuat proses pemulihan aset semakin sulit. Sebaliknya, dia mengusulkan untuk mengenakan beban tunjuk rimba dari keuntungan korupsi yang diperoleh.
-nya,” katanya.
Apa yang kuminta?
Di sisi lain, Sujanarko juga mendorong pemerintah untuk segera mengatur Undang-Undang Pembalasan Denda. Menurutnya, usaha pemerintah dalam mengembalikan kerugian nasional akibat korupsi melalui penjualan aset untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak lazim tanpa meningkatkan proses penyelidikan maupun pidananya.
“Politik akomodatif yang berlebihan akan meningkatkan potensi KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme),” kata Sujanarko.
Sebelumnya, IM57+ Institute juga meluncurkan laporan akhir tahun tahunan peringkat pemberantasan korupsi pada tahun 2024. KPK dinilai belum menunjukkan peningkatan kinerja dalam kurun waktu empat tahun kepemimpinannya sejak 2019. Sementara itu, Presiden keenam RI, Joko Widodo (Jokowi), disebut gagal dalam membubarkan korupsi selama masa pemerintahannya berdasarkan dua periode.
Rabu, 1: Senin, 30 Desember 2024.
Laksono mengungkapkan bahwa tidak ada kasus korupsi yang signifikan yang ditangkap organisasi KPK pada tahun 2024. Masih menurutnya, termasuk kasus yang paling menarik perhatian publik pun tidak ditindak lanjuti oleh KPK tersebut. Malah sebaliknya, KPK malah menjadi sorotan publik karena terlibat dalam skandal kepengurusan lembaga itu.
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disoroti, pula kasus-kasus strategis yang terbongkar tapi tidak selesai oleh Kejaksaan. Contohnya, kasus korupsi tambang timah. Setelah Karel vonis, sekarang kasus tersebut melanjutkan hulu ke Mahkamah Agung karena penempatan hukum yang terkesan tidak masuk akal.
“Masalah berkembang karena kasus Firli Bahuri yang adalah peladen utama kasus tersebut sedang berulang kejadian,” kata mantan pegawai anti korupsi korban drag nontunegariliser Tes Wawasan Nasional.
Di satu sisi, IM57+ Institute juga menyoroti kegagalan Jokowi menyumbang kontribusi positif untuk sembuhkan kerusakan KPK di momen akhir masa jabatannya. Kinerja Jokowi selama periode dua kali menjabat dipandang menyebabkan kegagalan dalam menyikapi Korupsi.
“Presiden Joko Widodo secara langsung mendukung proses yang menciptakan politik dinasti, sehingga menimbulkan kecaman mayoritas masyarakat di republik,” kata dia.
Pilihan Editor:
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI