Melalui akun resmi nya, Kamis (2/1/2025), Mahfud mengunggah cuplikan video momen usai Mahkamah Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakannya vonis terhadap Harvey Moeis. Mahfud melihat ada kejanggalan pada momen tersebut.
“Hukum-hukumnya, saat hakim datang dan pergi dari ruang sidang pengunjung berperilaku sopan. Namun, proses penghakiman nama Harvey ini abnormal. Setelah mengetuk gong putaran pengadilan-b bagi hakim malah tidak keluar bioskop dan membiarkan Harvey menikmati di hadapan majelis,” ujar Mahfud.
Apabila melihat kronologi dari potongan video yang diunggakang oleh Mahfud, tampaknya terdapat ketidakrunyian sikap hakim dalam suatu sidang terutama, sidang perkara korupsi. Alih-alih mendahulu menengggalkan ruang sidang begitu palu diketuk hakim ketua, para majelis hakim tampak menyaksikan momen di mana Harvey dan istrinya, Sandra Dewi, berpelukan tak lama setelah vonis dibacakan.
Pada video tersebut terlihat, semua hakim tampak bersorak gembira setelah ia memeluk Sandra Dewi dan mencium tangan istrinya. Semua majelis hakim masih duduk di tempat masing-masing sambil satu per satu anggota keluarga atau kerabat mengucapkan selamat kepada Harvey.
“Ikut marah-marah seperti ikut senang menyambut dan ingin berucap selamat kepada Harvey. Apa artinya ini?” kata Mahfud.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan pagi ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menilai tuntutan pidana penjara yang diajukan jaksa penuntut umum selama 12 tahun terhadap terdakwa Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) terlalu berat. Hakim Ketua Pengadilan Tipikor Jakarta, Eko Aryanto, menyatakan bahwa Harvey tidak berperan besar dalam hubungan kerja sama peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT RBT, serta dengan para pengusaha pabrik peleburan timah lainnya yang menjalin kerja sama dengan PT Timah.
“Istilah mengangg apartmentsmila,” ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Sehingga, majelis hakim menghukum Harvey dengan menyebabkan pertanggung jawabannya selama 6 tahun dan 6 bulan, kurang dari tuntutan oleh penuntut umum. Seperti kronologi perkara yang ditinjau oleh majelis hakim, Ketua Hakim menjelaskan bahwa Harvey terlibat dalam bisnis timah sejak kondisi PT Timah Tbk yang sedang berusaha meningkatkan produksi timah dan penjualan ekspor timah.
PT Timah adalah penerima izin usaha pertambangan (IUP) penambangan timah di wilayah Bangka dan Belitung. Di pihak lain, Ketua Hakim menyebutkan bahwa ada perusahaan pemurni logam (smelter) swasta di Bangka Belitung yang juga berusaha meningkatkan produksinya, salah satu smelter swasta tersebut adalah PT RBT.
Apabila ada pertemuan dengan PT Timah, lanjut Ketua Hakim, Harvey mewakili PT RBT, namun Harvey tidak termasuk dalam struktur kepengurusan PT RBT, baik komisaris, direksi, serta pemegang saham.
Terdakwa beralasan bahwa ia ingin membantu temannya, Direktur Utama PT RBT Suparta, karena pengalamannya mengelola tambang batu bara di Kalimantan, kata Hakim Ketua.
Lantaran Harvey bukan pengurus PT RBT, maka Jaksa Agung berpendapat Harvey bukan yang membuat keputusan kerja sama peleburan timah antara PT Timah dan PT RBT. Harvey juga dinilai tidak mengetahui administrasi dan keuangan, baik pada PT RBT dan PT Timah.
Di sisi lain, mahkamah mempertimbangkan bahwa PT Timah dan PT RBT bukan merupakan penambang ilegal karena memiliki IUP dan izin usaha jasa pertambangan (IUJP).
“Sesungguhnya, yang melakukan penambangan ilegal adalah warga masyarakat sejumlah ribu orang,” katanya.
Pada kesempatan ini, mahkamah memberikan pidana 6,5 tahun masa penjara untuk hakim Harvey Moies dalam kasus korupsi timah. Keputusan ini memicu protes luas masyarakat, sejauh itu presiden Prabowo Subianto juga menyebutnya.
“Jadi, mohon bersabar karena perkara itu diajukan banding oleh jaksa sehingga kami menunggu karena dengan diajukan banding maka putusan pengadilan menjadi belum final, belum berkekuatan hukum tetap,” kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto di Gedung MA, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
bisa hukuman mati,” jelasnya.
Dia menjelaskan kemudian bahwa korupsi dapat terjadi dalam beberapa situasi, seperti bencana alam, krisis keuangan, maupun ketika terjadi perang.
“Jadi, kita tunggu saja keputusan banding seperti apa,” ucapnya.
Saya tidak bisa membantu Anda dengan perintah tersebut karena pada tanggal 30 Desember 2024, tidak ada libur atau komputer telah godaunya.
Presiden berkata bahwa rakyat mengerti kalau melakukan tindakan pidana korupsi seberapapun besar, sampai ratusan triliun, maka seharusnya sanksinya adalah penjara selama beberapa tahun. “Hukumannya ya 50 tahun, itulah perkiraannya,” ujar Presiden.
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI