IKABARI.COM.CO.ID –
JAKARTA.
Kementerian Keuangan sudah menerapkan sejumlah langkah penting guna meningkatkan pendapatan pajak sampai penghujung tahun ini.
Satu caranya adalah dengan menargetkan lebih dari 2.000 wajib pajak lewat program kolaborasi di antara eselon I. Tujuan utamanya yaitu memperkuat efisiensi pengawasan serta peningkatan ketaatan perpajakan.
“Yang pertama adalah perubahan pada program bersama antar eselon 1 di Kementerian Keuangan. Kami telah mengidentifikasi lebih dari 2.000 subjek pajak,” jelas Anggito saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Kamis (13/3).
Restitusi pajak meningkat menjadi Rp 111,04 triliun sampai bulan Februari tahun 2025.
Pada kesempatan kali ini, Departemen Keuangan akan mengerjakan evaluasi yang didukung oleh pemantauan, pemeriksaan, dan pelunasan terhadap kurang lebih 2.000 orang yang memiliki kewajiban membayar pajak, di mana tindakan ini juga mendapat bantuan dari unit intelijen pajak.
“Maka semoga saja dapat memberikan peningkatan pendapatan negara,” ujarnya.
Fajar Akbar, seorang pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), berpendapat bahwa kesempatan bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan di situasi saat ini cukup terbatas.
Sebenarnya, alat kebijakan yang dapat menciptakan pendapatan dengan cepat terlalu berbahaya untuk dipakai akibat resiko politik yang besar.
Maka dari itu, salah satu alternatif yang mungkin adalah dengan menaikkan pendapatan via
extra effort
oleh Kemenkeu.
“Saya secara pribadi sangat mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesadaran pajak dari sekitar 2.000 orang yang belum taat, ” ungkap Fajry kepada IKABARI.COM.co.id, pada hari Senin (17/3).
Namun begitu, Fajry meragukan bahwa program tersebut akan berkontribusi secara signifikan terhadap tujuan pendanaan negara.
Pengembalian Pajak pada Awal Tahun Melonjak
Namun begitu, Fajry meragukan bahwa program tersebut akan berdampak besar dan positif pada tujuan pendapatan negara.
Menurutnya,
joint
Program yang diselenggarakan berfungsi untuk meredam egoisme sektor-sektor tertentu di antara divisi-divisi dalam Kementerian Keuangan.
Menurut informasi dari pihak berwenang, di tahun 2018,
joint
Analisis sudah dijalankan untuk 13.748 orang yang harus membayar pajak dan kemudian ditingkatkan pada tahun 2019 dengan penambahan sebanyak 3.390 orang lainnya yang juga harus membayar pajak.
Di samping itu, akses kepabeanan pun diblokir untuk para wajib pajak yang belum menyelesaikan kewaji banan mereka terkait perpajakan.
Berdasarkan data yang ada, tercatat bahwa pada tahun 2018, total 1.243 orang dengan kewajiban pajak mengalami pemblokiran, sementara dari jumlah tersebut, 424 individu berhasil dipastikan untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka kemudian hari.
Pada tahun 2019, terdapat 2.181 wajib pajak yang diolah melalui program tersebut.
joint
analisis.
Fajry menyatakan bahwa di tahun 2019,
joint
Program ini dapat menciptakan pendapatan senilai Rp 6,5 triliun. Akan tetapi, dia tidak yakin apakah kebijakan semacam itu bisa menjangkau sasaran penerimaan negara di tahun 2025.
Berdasarkan catatan sebelumnya, saya meragukan bahwa alternatif ini dapat memberikan pendapatan yang cukup berarti kepada pemerintahan guna mencapai sasarannya di tahun 2025,” katanya.
Sejalan dengan itu, Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyebutkan bahwa usaha menargetkan sebanyak 2.000 orang yang berkewajiban membayar pajak tersebut tidak cukup efisien untuk meningkatkan pendapatan negara sampai di penghujung tahun ini.
Ini disebabkan oleh kurangnya pendapatan pajak yang tidak hanya berkaitan dengan pengumpulan dana, tetapi juga perbaikan pada sistem Coretax.
Di samping itu, tak kalah penting juga adalah perlu adanya pelaksanaan jenis pajak baru seperti pengenaan pajak karbon dan upaya mengenakan pajak atas kekayaan sebesar 2% dari total aset.
high nett worth individual
(HNWI).
Segalanya perlu dijalankan secara bersamaan apabila ingin mencapai peningkatan pengenaan pajak.
rebound
hingga akhir tahun 2025,” ujar Bhima.
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI