Gubernur Jabar Tetap Pertahankan Larangan Studi Tur
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa kebijakan larangan studi tur bagi pelajar tetap akan dipertahankan. Ia mengatakan bahwa kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk memberatkan masyarakat kecil, terutama dalam hal biaya iuran studi tur.
Dedi menyampaikan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan di Gedung Sate pada Senin (21/7) berasal dari kalangan pengusaha dan pekerja pariwisata. Ia juga menyebut adanya dukungan dari asosiasi Jeep di Yogyakarta yang ikut serta dalam aksi tersebut. Menurutnya, para peserta demonstrasi meminta agar kebijakan larangan studi tur dicabut, meskipun ia melihat bahwa kegiatan tersebut sebenarnya lebih mirip dengan kegiatan piknik daripada aktivitas pendidikan.
“Kami mendengar bahwa ada demonstrasi di Gedung Sate, bahkan mereka melakukan blokade jalan di Flyover Pasupasti,” ujar Dedi dalam pernyataannya.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan studi tur selama ini sering kali dianggap sebagai ajang rekreasi atau piknik. Hal ini terlihat dari fakta bahwa para pelaku jasa kepariwisataan seperti penyelenggara travel, sopir bus, dan pengusaha bus menjadi bagian dari aksi demonstrasi tersebut.
Kepentingan Rakyat Bukan Pihak Tertentu
Dedi menegaskan bahwa sikapnya tetap berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, khususnya dalam hal pendidikan. Ia ingin memastikan bahwa biaya pendidikan tidak terbebani oleh pengeluaran yang tidak relevan, seperti biaya studi tur yang dinilai tidak berkaitan langsung dengan pertumbuhan karakter siswa.
“Insyaallah saya sebagai Gubernur Jabar akan tetap menjaga ketenangan orang tua siswa agar tidak terlalu banyak biaya yang dikeluarkan di luar kebutuhan pendidikan,” katanya.
Ia juga berharap agar industri pariwisata dapat tumbuh secara sehat. Menurutnya, wisatawan yang datang ke Jawa Barat seharusnya memiliki tujuan kepariwisataan yang jelas dan kemampuan ekonomi yang memadai. Ia menilai bahwa beberapa orang menggunakan alasan studi tur hanya untuk keperluan piknik, sehingga bisa membuat anak-anak merasa malu jika tidak ikut.
Penolakan Terhadap Kebijakan yang Dianggap Tidak Sesuai
Dedi menekankan bahwa kebijakan larangan studi tur bukanlah kebijakan yang ditujukan untuk menghambat pariwisata, tetapi lebih pada upaya untuk menjaga kualitas pendidikan. Ia mengatakan bahwa kegiatan studi tur yang selama ini berlangsung sering kali tidak sesuai dengan tujuan awalnya.
“Kami ingin pendidikan efisien dan tidak terbebani oleh biaya yang tidak perlu. Kami juga berharap industri pariwisata dapat berkembang dengan baik, tetapi tanpa harus mengorbankan kualitas pendidikan,” tambahnya.
Selain itu, Dedi menilai bahwa para pelaku jasa kepariwisataan yang turut serta dalam aksi demonstrasi ini tidak sepenuhnya representatif dari seluruh masyarakat. Ia menekankan bahwa kebijakan yang diambil adalah untuk kebaikan bersama, bukan hanya untuk kelompok tertentu.
Peran Asosiasi Jeep dalam Aksi Demonstrasi
Dedi juga menyebut bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pelaku jasa kepariwisataan didukung oleh asosiasi Jeep di Yogyakarta, khususnya yang terlibat dalam pengangkutan wisatawan di Gunung Merapi. Meski demikian, ia tetap mempertahankan pendiriannya bahwa kebijakan larangan studi tur tetap diperlukan.
Menurutnya, kebijakan ini adalah langkah penting untuk memastikan bahwa siswa tidak terlalu terpapar pada aktivitas yang tidak relevan dengan tujuan pendidikan. Ia berharap masyarakat dapat memahami bahwa kebijakan ini diambil demi kepentingan jangka panjang.
Harapan untuk Masa Depan Pendidikan dan Pariwisata
Dedi mengakhiri pernyataannya dengan harapan bahwa kedua sektor, yaitu pendidikan dan pariwisata, dapat berkembang secara seimbang. Ia berharap agar pendidikan tetap menjadi prioritas utama, sementara pariwisata dapat berkembang dengan cara yang sehat dan berkelanjutan.
“Semoga kebijakan ini dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan bahwa biaya pendidikan tidak digunakan untuk keperluan yang tidak relevan,” pungkasnya.






