Peran LMKN dalam Pengelolaan Royalti Digital
Dharma Oratmangun, Ketua Lembaga Manajemen Kekayaan Intelektual (LMKN), menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan royalti di ranah digital. Menurutnya, saat ini masih ada pihak tertentu yang menguasai pengelolaan royalti digital, meskipun seharusnya hal tersebut dilakukan secara transparan dan sesuai aturan yang berlaku.
“Ada royalti di platform digital yang harus dibuka ke publik karena diduga terjadi pelanggaran hukum yang jelas-jelas melanggar ketentuan perundang-undangan dan regulasi yang sudah ada,” ujarnya.
Dharma menegaskan bahwa dalam Peraturan Pemerintah maupun turunannya secara eksplisit menyatakan bahwa pengelolaan royalti dilakukan satu pintu melalui LMKN. Namun, sampai saat ini, royalti untuk YouTube dan platform musik streaming belum masuk ke rekening LMKN.
“Kami sudah menyurati Google dan YouTube, serta bertemu langsung dengan mereka. Kami meminta agar royalti dibayarkan melalui LMKN, bukan melalui pihak lain. Jumlahnya mencapai ratusan miliar,” tegas Dharma Oratmangun.
LMKN berkomitmen untuk membongkar masalah ini lebih lanjut jika ada pihak yang tidak taat pada aturan yang berlaku. “Harus kita bongkar sampai ke akar-akarnya,” katanya.
Penjelasan dari Komisioner LMKN
Yessy Kurnaiwan, Komisioner Bidang Kolektif Royalti dan Lisensi LMKN, menegaskan bahwa tidak ada ambiguitas atau perbedaan tafsir atas aturan hukum terkait masalah ini. Ia menilai aturan yang ada sudah jelas, yaitu royalti performing rights yang bersifat analog maupun digital harus melalui LMKN.
“Yang terpenting apa yang dikatakan Pak Dharma, ada aturan bahwa royalti harus masuk ke rekening LMKN yang semua orang bisa lihat. Jadi, tidak boleh kalau royalti masuk ke rekening dimana hanya sebagian orang yang bisa lihat,” paparnya.
Tantangan dalam Pengelolaan Royalti Digital
Pengelolaan royalti digital menjadi tantangan besar bagi LMKN, terutama karena adanya kompleksitas dalam sistem digital yang tidak sepenuhnya terbuka. Dharma menjelaskan bahwa banyak platform digital seperti YouTube dan Spotify tidak memberikan akses penuh kepada LMKN untuk mengumpulkan royalti secara langsung. Hal ini menyebabkan terjadinya penundaan pembayaran royalti kepada para pemilik hak cipta.
Menurut Dharma, LMKN telah melakukan upaya-upaya aktif untuk memastikan bahwa royalti digital dapat dikelola dengan transparan dan sesuai aturan. “Kami sudah menyurati Google dan YouTube, serta bertemu langsung dengan mereka. Kami meminta agar royalti dibayarkan melalui LMKN, bukan melalui pihak lain. Jumlahnya mencapai ratusan miliar,” tambahnya.
Langkah LMKN untuk Meningkatkan Transparansi
LMKN juga berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan royalti. Yessy menekankan bahwa royalti harus masuk ke rekening LMKN yang bisa diakses oleh semua pihak. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap pemilik hak cipta mendapatkan bagian mereka secara adil.
“Royalti yang masuk ke rekening LMKN harus bisa dilihat oleh semua orang, bukan hanya sebagian orang. Ini adalah salah satu cara untuk memastikan keadilan dalam distribusi royalti,” jelas Yessy.
Masa Depan Pengelolaan Royalti Digital
Dengan semakin berkembangnya teknologi digital, LMKN akan terus berupaya untuk memastikan bahwa pengelolaan royalti tetap sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dharma menegaskan bahwa LMKN akan terus mengawasi pengelolaan royalti digital dan siap mengambil tindakan jika ada pihak yang tidak taat pada aturan.
“Kami akan terus mengawasi dan memastikan bahwa royalti digital dikelola secara transparan dan adil. Jika ada pihak yang mencoba untuk tidak taat pada aturan, kami akan membongkar sampai ke akar-akarnya,” tegas Dharma.
LMKN juga akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk platform digital, untuk memastikan bahwa royalti dapat dikelola dengan baik dan memberikan manfaat bagi semua pemangku kepentingan.






