Makna Tiga Monyet Bijak: Filosofi Jepang yang Menyentuh Hati

Makna Tiga Monyet Bijak: Filosofi Jepang yang Menyentuh Hati

Sejarah dan Makna Tiga Monyet Bijak di Kuil Nikko Toshogu

Kuil Nikko Toshogu, yang terletak di Jepang, dikenal dengan berbagai ukiran kayu yang indah dan penuh makna. Salah satu elemen paling ikonik dari kuil ini adalah Tiga Monyet Bijak atau yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai Mizaru, Kikazaru, dan Iwazaru. Ukiran ini menjadi bagian dari dekorasi yang menarik perhatian pengunjung dan membuat mereka lupa waktu.

Ukiran Tiga Monyet Bijak terletak di gerbang kuil dan merupakan bagian dari 508 ukiran kayu lainnya yang ada di sekitar kuil. Pada tahun 1999, Kuil Nikko Toshogu ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO karena keunikan dan nilai budayanya yang tinggi.

Read More

Sejarah Kuil Nikko Toshogu

Kuil Shinto Nikko Toshogu, yang sering disebut sebagai Kuil Nikko Toshogu, dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada Tokugawa Leyasu, seorang pemimpin besar pada masa Edo. Tokugawa Leyasu memainkan peran penting dalam menyatukan Jepang dan mengakhiri konflik selama periode perang saudara.

Setelah kematiannya, status Tokugawa Leyasu meningkat menjadi dewa dan diabadikan di kuil ini. Selain Tiga Monyet Bijak, kuil ini juga memiliki ukiran lain seperti Sozo-no-zo yang dikenal sebagai “Gajah Khayalan” dan Nemuri-neko yang menggambarkan kucing sedang tidur.

Makna Tiga Monyet Bijak

Tiga Monyet Bijak menggambarkan tiga prinsip moral yaitu “tidak melihat kejahatan”, “tidak bicara kejahatan”, dan “tidak mendengar kejahatan”. Masing-masing monyet memiliki arti tersendiri:

  • Mizaru berarti “tidak melihat”
  • Kikazaru berarti “tidak mendengar”
  • Iwazaru berarti “tidak berbicara”

Akhiran “-zaru” dalam bahasa Jepang biasanya digunakan untuk membentuk kata kerja negatif, tetapi dalam peribahasa ini, akhiran tersebut juga mirip dengan kata “saru” yang berarti “monyet”. Inilah alasan mengapa peribahasa ini digambarkan dengan tiga sosok monyet.

Pesan moral dari Tiga Monyet Bijak adalah ajakan untuk menjauhkan diri dari kejahatan dengan tidak melihat, tidak mendengar, dan tidak mengatakan hal-hal yang buruk. Peribahasa ini mendorong sikap hidup yang jujur dan bermoral. Namun, dalam beberapa konteks, peribahasa ini juga digunakan secara sindiran, misalnya untuk menggambarkan orang yang sengaja menutup mata terhadap hal yang salah agar tidak perlu bertanggung jawab.

Perbedaan Pandangan antara Budaya Timur dan Barat

Pandangan terhadap simbol Tiga Monyet Bijak berbeda antara budaya Timur dan Barat. Di budaya Timur, Tiga Monyet Bijak dianggap sebagai nasihat moral agar kita menjauhi hal-hal buruk dan tetap berada di jalan yang benar.

Di sisi lain, di budaya Barat, simbol ini kadang dilihat secara negatif, sebagai perlambang orang yang pura-pura tidak tahu terhadap pelanggaran hukum atau moral. Contohnya, seseorang mungkin menyadari adanya kesalahan, tetapi memilih diam agar tidak ikut terlibat atau disalahkan. Dalam pandangan Barat, sikap ini justru memungkinkan kejahatan terus terjadi.

Dengan demikian, Tiga Monyet Bijak bukan hanya sekadar ukiran yang indah, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam dan relevan dengan nilai-nilai moral yang dianut oleh masyarakat.

Related posts