Pandangan Mantan Menteri ESDM Mengenai Kendaraan Elektrifikasi di Masa Depan
Pandangan tentang perjalanan kendaraan elektrifikasi di masa depan tidak hanya menjadi topik hangat dalam dunia otomotif, tetapi juga menjadi isu penting yang memengaruhi kebijakan pemerintah dan industri. Salah satu tokoh yang memberikan perspektif berbeda adalah Ignasius Jonan, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2016 hingga 2019.
Jonan menilai bahwa kendaraan full listrik atau battery electric vehicle (BEV) mungkin bukan solusi terbaik untuk kebutuhan generasi mendatang. Ia lebih mengedepankan mobil plug-in hybrid (PHEV) sebagai alternatif yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini dan di masa depan.
Kenapa PHEV Dinilai Lebih Cocok?
Menurut Jonan, kendaraan plug-in hybrid (PHEV) akan menjadi pilihan yang paling sesuai untuk Gen Z dan Gen Alpha dalam jangka waktu 25 tahun ke depan. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, PHEV memiliki dua sumber tenaga, yaitu mesin konvensional pembakaran internal dan motor listrik. Dengan demikian, kendaraan ini mampu mengurangi ketergantungan pada baterai besar dan pengisian yang terbatas.
Selain itu, baterai yang digunakan pada PHEV lebih besar dibandingkan mobil hybrid electric vehicle (HEV), tetapi pengisiannya tidak sepenuhnya bergantung pada energi kinetik roda seperti pada HEV. PHEV dapat diisi dayanya secara langsung melalui colokan, mirip dengan mobil full listrik (BEV).
Infrastruktur yang Masih Tertinggal
Jonan menyampaikan bahwa kendaraan listrik belum relevan dengan infrastruktur yang ada di Indonesia. Salah satu tantangan utamanya adalah jumlah stasiun pengisian baterai (charging station) yang masih jauh dari cukup. Menurutnya, membangun charging station sebanyak SPBU di Indonesia merupakan hal yang sangat sulit.
Ia bahkan mengingatkan bahwa pada masa jabatannya sebagai Menteri ESDM di 2016, masih ada sekitar 1.500 kecamatan di Indonesia yang tidak memiliki SPBU resmi. Hal ini menunjukkan bahwa aksesibilitas terhadap bahan bakar konvensional masih menjadi masalah serius.
Isu Limbah Baterai
Selain infrastruktur, Jonan juga menyampaikan perhatian terhadap dampak lingkungan dari limbah baterai mobil listrik. Ia menyoroti bahwa penanganan sisa baterai menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Ia menyebutkan bahwa masyarakat cenderung lebih fokus pada tampilan luar bangunan, tetapi kurang memperhatikan fasilitas pendukung seperti toilet.
Dalam konteks ini, pengelolaan limbah baterai harus menjadi prioritas agar tidak merusak ekosistem dan lingkungan hidup.
Kelebihan Teknologi PHEV
Teknologi elektrifikasi PHEV yang disampaikan oleh Jonan memiliki keunggulan yang signifikan. Selain kemampuan mengurangi ketergantungan pada baterai besar, PHEV juga menawarkan fleksibilitas dalam penggunaan. Pengemudi bisa memilih menggunakan bahan bakar konvensional atau baterai listrik, tergantung kebutuhan dan kondisi jalan.
Hal ini menjadikan PHEV sebagai solusi yang lebih realistis untuk Indonesia, terutama dalam transisi menuju mobilitas yang lebih ramah lingkungan tanpa harus meninggalkan infrastruktur yang sudah ada.
Kesimpulan
Dari pandangan Jonan, terlihat bahwa transisi ke kendaraan elektrifikasi tidak selalu berarti beralih sepenuhnya ke BEV. PHEV bisa menjadi jembatan antara kendaraan konvensional dan full listrik, terutama dalam konteks Indonesia yang masih memiliki tantangan infrastruktur dan lingkungan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, PHEV layak dipertimbangkan sebagai solusi jangka panjang yang lebih sesuai dengan kondisi nyata.






