Di tengah tantangan pengelolaan keuangan negara, Kementerian Keuangan menghadapi tuntutan ganda: menjaga konsistensi dan memastikan kinerja tetap optimal. Kedua hal ini bukan hanya kewajiban regulasi, tetapi juga faktor penting dalam membangun keyakinan masyarakat. Oleh karena itu, Sistem Pengendalian Intern Terintegrasi (SPIT) diperkenalkan sebagai dasar tata kelola yang efisien—bukan sekadar aturan administratif, melainkan alat yang memengaruhi sikap, menciptakan budaya, dan menuntun kinerja.
Dasar hukum penerapan SPIT sangat kuat, mulai dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 mengenai Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, PMK Nomor 83 Tahun 2024 terkait SPIT di lingkungan Kementerian Keuangan, hingga KMK Nomor 1/KMK.9/2025 yang menjadi pedoman pelaksanaannya. Seluruh peraturan ini menegaskan bahwa pengendalian intern merupakan bagian penting dari akuntabilitas pengelolaan APBN.
Model Tiga Jalur yang Terpadu
SPIT di Kemenkeu dilaksanakan melalui Model Tiga Lapis Terintegrasi yang memperkuat peran masing-masing tingkatan:
Lini Pertama bertanggung jawab dalam menerapkan pengendalian internal di tingkat operasional, memastikan bahwa pelaksanaan tugas sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta melakukan pengawasan langsung terhadap risiko yang timbul dari karyawan, proses bisnis, dan teknologi.
Lini Kedua melakukan pembinaan objektif terhadap operasional harian, pengawasan mendalam melalui uji kemunculan risiko, serta penelitian akar masalah.
Lini Ketiga (Inspektorat Jenderal) menjamin kualitas fungsi Lini Kedua, mengembangkan sistem informasi pengawasan yang kolaboratif, serta memberikan laporan mengenai hasil pengawasan yang telah dikonsolidasikan kepada pimpinan secara menyeluruh.
Struktur ini menjamin adanya pengawasan yang menyeluruh, dengan keterpaduan antara perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kegiatan pengawasan.
Kesadaran Budaya Risiko: Dari Aturan ke Perilaku
Pengawasan internal yang efisien memerlukan adanya budaya yang kuat. Budaya Kesadaran Risiko di Kemenkeu dibentuk melalui empat langkah strategis sesuai dengan SE-2/MK.1/2023:
Komitmen dari para pemimpin dalam mempertimbangkan ancaman dalam setiap pengambilan keputusan.
Komunikasi terus-menerus mengenai kepentingan pengelolaan risiko kepada seluruh tingkatan, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya.
Penghargaan diberikan kepada unit atau karyawan yang mengelola risiko secara efektif.
Pengintegrasian pengelolaan risiko ke dalam alur aktivitas perusahaan.
Untuk menjalankan budaya ini, setiap lini—khususnya Lini Pertama—menyusun Risk and Control Matrix (RCM) atau Peta Risiko Proses Bisnis dan Pengendalian. RCM ini diatur dalam PMK Nomor 83 Tahun 2024 dan berfungsi untuk memastikan risiko dipahami, dikendalikan, serta sejalan dengan pencapaian tujuan strategis Kementerian Keuangan.
Pengawasan Berkelanjutan dan Sistem Peringatan Dini
Kebijakan pengawasan 2025 menekankan pembangunan sistem peringatan dini (EWS) yang efisien. Di Lini Pertama, pengawasan terintegrasi meliputi dua aspek utama:
Bahaya karyawan, dengan pendekatan Know Your Employee yang meliputi pemahaman terhadap sifat, perilaku, kompetensi, kinerja, harta kekayaan, keluarga, serta riwayat kesehatan.
Bahaya dalam proses bisnis dan teknologi, dengan melalui pertemuan berkala, pemeriksaan hasil kerja, serta pengamatan langsung berdasarkan SOP, profil risiko, dan hasil pengawasan dari Lini Kedua maupun Lini Ketiga.
Kolaborasi antar divisi memungkinkan isu strategis terdeteksi lebih cepat, solusi yang lebih tepat sasaran, dan tindak lanjut yang lebih dapat diukur.
Empat Pilar Penerapan SPIT
Penerapan SPIT menitikberatkan pada penguatan empat pilar:
Perilaku yang bersifat etis dan memiliki integritas, dengan menerapkan nilai-nilai Kemenkeu, kode etik, serta kerangka kerja integritas.
Kepemimpinan yang efisien, didukung oleh pengelolaan sumber daya manusia, pengembangan kapasitas SDM, serta pengelolaan kinerja berdasarkan standar kompetensi jabatan.
Personel yang kompeten, melalui pendidikan, pelatihan, dan penilaian yang terus-menerus.
Kesadaran akan risiko yang telah melembaga di seluruh tingkatan.
Tiang-tiang ini tidak hanya menjamin kepatuhan terhadap peraturan, tetapi juga mendorong kinerja yang lebih fleksibel dan berkelanjutan.
Menatap Ke Depan
SPIT dan kesadaran akan risiko di Kemenkeu bukanlah tujuan akhir, tetapi dasar untuk tata kelola yang lebih baik. Tantangan akan selalu muncul—mulai dari ancaman siber, perubahan dalam kebijakan fiskal global, hingga harapan masyarakat terhadap transparansi yang semakin tinggi.
Namun, berkat sistem yang terpadu, budaya yang telah melekat, serta komitmen yang konsisten dari pimpinan hingga pelaksana, risiko bisa dikendalikan, kinerja tetap terjaga, dan tujuan organisasi dapat dicapai dengan tingkat akuntabilitas yang tinggi.
Pengelolaan anggaran negara yang baik merupakan jaminan bahwa setiap rupiah dalam APBN digunakan secara bertanggung jawab, guna menjaga kepercayaan masyarakat serta memastikan stabilitas keuangan negara.
Bahran Hariz adalah seorang penulis di Media Online IKABARI.






