Ikabari.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut positif dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Berdasarkan pendapat Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani, peraturan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam merespons berbagai keluhan para pelaku usaha terhadap kompleksitas proses izin yang selama ini masih menghadapi banyak tantangan teknis maupun administratif.
“APINDO menyadari bahwa tantangan dalam proses reformasi perizinan di Indonesia sangat berat dan rumit, mencakup berbagai aspek seperti regulasi, lembaga, hingga kemampuan pelaksanaan di lapangan,” ujar Shinta dalam wawancaranya dengan Ikabari.co.id, Jumat (8/8).
Apindo menyebutkan bahwa aturan ini membawa beberapa perbaikan signifikan, seperti penerapan Service Level Agreement (SLA) untuk memastikan kepastian waktu layanan, kebijakan positif fiktif yang mendorong percepatan proses birokrasi, serta kewajiban mengintegrasikan seluruh tahap pemberian izin, baik dasar, sektoral, maupun pendukung, ke dalam sistem OSS-RBA secara real-time.
Menurutnya, ketiga aspek tersebut sangat sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha yang selama ini menghadapi ketidakpastian waktu, tumpang tindih wewenang, serta ketidaksinkronan proses antarlembaga.
Namun, Apindo menegaskan bahwa pelaksanaan sistem izin berbasis risiko selama ini masih menghadapi berbagai kendala yang signifikan.
“Menyempurnakan peraturan adalah satu hal, tetapi penerapannya juga perlu dipastikan berjalan sesuai dengan semangat perbaikan peraturan tersebut,” kata Shinta.
Shinta mengatakan, berbagai tantangan yang selama ini dihadapi seperti keterbatasan ketersediaan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi, kurang optimalnya koordinasi antar Kementerian dan Lembaga (K/L), serta perbedaan pemahaman di tingkat daerah telah menyebabkan banyak ketidakpastian dan hambatan dalam proses perizinan.
“Kami melihat bahwa keberhasilan pelaksanaan PP ini tidak cukup hanya bergantung pada aspek regulasi, tetapi juga memerlukan penguatan kapasitas institusi, kesepahaman yang sama antarinstansi, serta sistem yang baik untuk memastikan semua pihak bergerak sejalan,” ujarnya.
Mengenai tindak lanjutnya, Apindo masih menantikan adanya proses perubahan aturan pelaksanaan.
Apindo juga berharap dapat terlibat secara aktif dalam penyusunan peraturan teknis tersebut serta agar dilakukan simulasi sebelum peraturan teknis tersebut diberlakukan.
Menurut Shinta, masukan dari dunia usaha dapat dipertimbangkan sejak awal sehingga menghindari terbentuknya kebijakan yang tidak efektif atau tumpang tindih di masa depan.
Di masa depan, Apindo terus mendorong penguatan sistem izin yang berbasis risiko sesuai dengan prinsip transparansi, kejelasan hukum, serta efisiensi waktu dan biaya. Mereka berharap hal ini juga dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja.
Selain itu, APINDO menganggap bahwa agenda utama yang perlu terus diteruskan adalah deregulasi terhadap berbagai kendala yang dihadapi kalangan pengusaha.
“Deregulasi ini tidak hanya sekadar menghilangkan atau mempermudah aturan, tetapi juga bertujuan untuk membangkitkan semangat berwirausaha, mendorong produktivitas, serta mengurangi biaya ekonomi yang tinggi yang selama ini menjadi beban struktural bagi pelaku usaha,” tutup Shinta.
Sebelumnya, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menjamin proses perizinan berinvestasi akan lebih mudah setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Menurut Rosan, aturan ini menjadi landasan hukum yang memberikan kejelasan dalam pemberian izin, sehingga mempercepat proses investasi. PP Nomor 28/2025 mengandung mekanisme fiktif-positif, yang berarti izin dapat dikeluarkan secara otomatis oleh BKPM jika kementerian teknis terlambat menyelesaikan pengajuan izin.
“Tetapi sekarang dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 28 yang kami terapkan, yaitu jika dalam waktu yang telah ditentukan, misalnya dalam waktu 10 hari, belum ada informasi dari kementerian terkait lainnya, kami secara otomatis dapat menerbitkan izinnya,” katanya dalam Konferensi Pers Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II-2025 di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/8).
Rosan menjelaskan, izin investasi melibatkan sekitar 18 kementerian dan lembaga. Investor sering mengeluhkan proses izin yang terlalu lambat hingga bisa berlangsung selama beberapa bulan.
Inisiatif ini mendapat sambutan positif dari para pengusaha internasional karena mampu memberikan kepastian dalam berinvestasi. Menurut Rosan, dampak positifnya juga terdapat dalam Online Single Submission (OSS).
OSS adalah sistem yang menggabungkan seluruh proses pemberian izin usaha secara digital sehingga pelaku usaha bisa mengajukan izin dengan cepat, jelas, dan terpusat melalui satu pintu.
Berikut adalah beberapa variasi dari kalimat tersebut: 1. Rosan yakin bahwa investasi yang masuk ke Indonesia akan terus meningkat di masa depan. 2. Menurut Rosan, arus investasi yang masuk ke Indonesia akan terus bertambah dalam waktu mendatang. 3. Rosan optimis bahwa jumlah investasi yang masuk ke Indonesia akan terus naik. 4. Dalam pandangan Rosan, peningkatan investasi di Indonesia akan terus berlangsung. 5. Rosan meyakini bahwa pengaliran dana investasi ke Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan.
“Insyaallahseperti yang ditetapkan oleh Bappenas kepada kami dapat tercapai. Kami yakin pada triwulan berikutnya akan terjadi peningkatan yang sangat baik, baik dari segi investasi yang masuk dari dalam maupun luar negeri,” ujar CEO Danantara ini.






