IKABARI.CO.ID, NEW YORK — Majelis Umum PBB akan mengadakan pemungutan suara pada Jumat (12/9/2025) untuk menentukan apakah akan mendukung “New York Declaration” atau tidak. Resolusi ini bertujuan untuk memulihkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina tanpa melibatkan kelompok Hamas.
Deklarasi New York diajukan oleh Arab Saudi dan Prancis. Dokumen tersebut telah disetujui oleh Liga Arab dan ditandatangani bersama oleh 17 negara anggota PBB pada bulan Juli lalu.
Dalam deklarasi yang berjudul “New York Declaration on the Peaceful Settlement of the Question of Palestine and the Implementation of the Two-State Solution”, disampaikan bahwa Hamas perlu melepaskan kendalinya terhadap Jalur Gaza. “Dalam rangka mengakhiri konflik di Gaza, Hamas harus berhenti memegang kekuasaan di wilayah tersebut dan menyerahkan senjata-senjata mereka kepada Otoritas Palestina, dengan partisipasi dan bantuan internasional, sesuai dengan tujuan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” demikian isi salah satu kalimat dalam deklarasi tersebut, seperti dikutip oleh situs Al Arabiya.
Deklarasi New York juga meminta Hamas untuk segera melepaskan warga Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza. Selain itu, dalam deklarasi tersebut, Majelis Umum PBB akan mengecam serangan yang dilakukan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Selanjutnya, Deklarasi New York mengajak tindakan bersama untuk mengakhiri konflik di Gaza. “Untuk mencapai penyelesaian sengketa Israel-Palestina yang adil, damai, dan berkelanjutan dengan menerapkan solusi dua negara secara efektif,” ujarnya.
Pemungutan suara mengenai Deklarasi New York berlangsung saat Israel masih memiliki niat untuk menguasai wilayah-wilayah Palestina yang diduduki. Bukan hanya Gaza, tetapi juga Tepi Barat. Pada hari Kamis (11/9/2025) lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali menyatakan ambisi tersebut.
“Kami akan menepati janji kami bahwa tidak akan ada negara Palestina,” kata Netanyahu.
Pada Selasa (9/9/2025) kemarin, Israel melakukan serangan terhadap wilayah Katara di Doha, Qatar. Serangan tersebut ditujukan kepada para pemimpin Hamas yang sedang berada di sana untuk membahas usulan gencatan senjata di Gaza yang diajukan Amerika Serikat.
Sebelum memulai serangan terhadap Doha, Pemerintah Israel mengumumkan telah menerima usulan gencatan senjata tersebut. Tel Aviv berkeyakinan bahwa perang di Gaza dapat segera berakhir jika Hamas membuat keputusan yang sama seperti mereka. Namun, saat pejabat Hamas sedang meninjau usulan dari Amerika Serikat, Israel justru mencoba membunuh mereka.
Serangan Israel terhadap Qatar mendapat kritikan global, termasuk dari Pemerintah Indonesia.






