Tim Gabungan Kemenhut Tindaklanjuti Kerusakan DAS di Sumatera Utara
Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum Kehutanan) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membentuk tim gabungan untuk mengejar subjek hukum yang terlibat dalam kerusakan daerah aliran sungai (DAS) di Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Hasil identifikasi awal menunjukkan adanya 12 subjek hukum, baik korporasi maupun perorangan, yang terindikasi bermasalah.
Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumbar pada akhir November 2025. Dirjen Gakkum Kehutanan Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menyatakan bahwa tindakan ini adalah bukti komitmen tanpa kompromi dalam menegakkan hukum di bidang kehutanan serta melindungi keselamatan publik.
Tantangan dalam Pemulihan Wilayah
Dwi menjelaskan bahwa tim menghadapi kendala cuaca ekstrem dan kondisi jalan yang sulit diakses menuju lokasi. Bahkan, mobil tim lapangan terperosok dan sebagian peralatan hilang. “Tim Gabungan secara simultan terus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan penyegelan terhadap 12 subjek hukum yang telah teridentifikasi,” ujarnya.
Hingga tanggal 4 Desember 2025, tim Ditjen Gakkum Kehutanan telah melakukan pemasangan papan peringatan di empat titik lokasi. Dua titik di konsensi usaha korporasi PT TPL dan tiga titik di lokasi Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP. Semua lokasi ini berada di Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan.
Pemasangan papan peringatan bertujuan untuk mengamankan lokasi, mencegah kegiatan lanjutan yang dapat memperparah kondisi, serta memperoleh bukti-bukti hukum yang kuat untuk proses penegakan hukum lebih lanjut.
Penyidikan Terhadap Pemilik PHAT
Pada saat bersamaan, tim PPNS Balai Gakkum Sumatera sedang melakukan penyidikan terhadap pemilik PHAT atas nama JAM. Perusahaan tersebut diduga melakukan tindak pidana kehutanan yang bermula dari temuan empat truk bermuatan kayu yang berasal dari lokasi tersebut tanpa disertai dokumen sah (SKSHH-KB).
Kasus ini sedang dalam tahap penyidikan oleh PPNS Balai Gakkumhut Sumatera dan masih dilakukan pendalaman terhadap modus operandi serupa pada pemilik ijin PHAT lainnya. “Kami telah melakukan pemanggilan terhadap ke-12 subjek hukum tersebut untuk dimintai keterangan yang dijadwalkan pada hari Selasa, 9 Desember 2025,” ujar Dwi.
Ancaman Hukuman bagi Pelaku
Terhadap kasus PHAT milik JAM, PPNS mengenakan Pasal 83 ayat (1) huruf b juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman pidana penjara untuk korporasi maksimum lima tahun dan denda maksimal Rp 2,5 miliar.
Upaya Penegakan Hukum yang Berkelanjutan
Selain itu, tim juga terus memperkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa semua tindakan hukum yang diambil sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal ini dilakukan agar tidak ada pelaku yang terlewat dan bisa merusak lingkungan secara terus-menerus.
Dwi menegaskan bahwa upaya penegakan hukum ini akan terus dilakukan hingga semua pelaku mendapatkan sanksi yang layak. Dengan demikian, diharapkan masyarakat dan lingkungan dapat lebih aman dan terlindungi dari tindakan yang merugikan.
Kesimpulan
Penegakan hukum di bidang kehutanan menjadi prioritas utama bagi Kemenhut. Melalui pembentukan tim gabungan dan penguatan koordinasi, pihak terkait berkomitmen untuk mengembalikan keadilan dan melindungi lingkungan. Dengan langkah-langkah yang telah diambil, diharapkan ke depan tidak lagi terjadi kerusakan serupa yang berdampak pada masyarakat dan ekosistem.
Bahran Hariz adalah seorang penulis di Media Online IKABARI.






