Bursa Efek Indonesia menangguhkan sementara transaksi perdagangan atau
trading halt
Pukul 11:19 WIB, setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh sebesar 5,02%, Associate Director dari Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan bahwa beberapa faktor ekonomi telah mendorong penurunan ini.
“Setiap orang cemas karena beban keuangan di Indonesia terus meningkat,” ujar Maximilianus, pada hari Selasa (18/3).
Dia menyatakan bahwa peningkatan risiko fiskal mendorong sebagian besar pemain di pasaran dan investor berpindah haluan menuju jenis investasi lain, yaitu aset yang lebih stabil dengan tingkat pengembalian yang pasti.
“Oleh karena itu, saham menjadi kurang menggiurkan dan kemungkinan obligasi akan dipilih sebagai alternatif setelah investasi dalam saham,” jelas Maximilianus.
Dia menyebutkan bahwa kondisi ekonomi yang mempengaruhi para investor meliputi ketegangan geopolitik dan penguatan balas dendam dalam bentuk tarif oleh Uni Eropa. Keinginan akan resesi di Amerika pun semakin meningkat.
Pengaruh Performa Anggaran Negara Yang Kurang Maksimal
Maximilianus menyatakan bahwa keadaan ekonomi dalam negeri pun berdampak pada para pemodal. Penurunan pendapatan negara sebesar 30% membuat defisit Anggaran Pendanaan Belanja Negara menjadi lebih lebar.
“Defisit ini mengharuskan peningkatan pengeluaran utang dan dengan jelas hal tersebut membuat nilai tukar rupiah menjadi makin lemah,” ungkap Maximilianus.
Menurut dia, situasi tersebut akan mempengaruhi keputusan Bank Indonesia. Dia menyebutkan bahwa peluang bagi pengurangan tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi hal yang kurang mudah terwujud.
Kondisi Pasar Keuangan Berwarna Kuning
Setuju, Direktur Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyoroti kondisi pasar modal di Indonesia saat ini memasuki zona waspada. Menurut Bhima, terdapat beberapa hal yang perlu dikhawatirkan.
flight to quality
Dari bursa saham ke obligasi.
“IHSG menjadi yang terlemah di antara pasar-pasar Asia. Hal ini aneh saat banyak indeks saham di kawasan tersebut berwarna hijau,” jelas Bhima.
Bhima mengungkapkan bahwa pergerakan harga saham yang drastis tak lepas dari persepsi para pemain di pasaran terkait dengan serangkaian elemen seperti penurunan performa keuangan pemerintah. Ini disebabkan oleh berbagai hal termasuk proyeksi Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI), keraguan tentang manajemen Danartama, serta kemampuan pembelian publik yang merosot seiring dengan pengurangan impor barang-barang konsumtif menjelang bulan Ramadhan hingga mencapai -21,05%.
“Sentimen untuk hari ini masih dipengaruhi oleh diskusi tentang perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang menghasilkan dampak negatif di pasar. Terdapat potensi bahwa TNI akan mencapai posisi sipil sehingga dapat melemahkan daya saing ekonomi Indonesia, meningkatkan konflik kepentingan serta ruang bagi praktik suap,” jelas Bhima.
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI