,
Jakarta
– Keluarga
sandera
Israel di
Gaza
Pada hari Selasa, tanggal 18 Maret 2025, mereka mengharuskan Perdana Menteri Benjamin
Netanyahu
“Mencegah pembantaian dan pemerkosaan terhadap para penyandera.” Pernyataan ini disampaikan usai Israel melakukan serangan yang paling dahsyat di daerah tersebut sejak gencatan senjata pada tanggal 19 Januari.
“Familia tawanan meminta untuk bertemu pada pagi hari ini dengan Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, serta Kepala Tim Negosiator; dalam pertemuan tersebut, mereka wajib menghibau famili bahwa tawan bakal dipelihara terlepas dari serbuan militer yang berlangsung di Gaza dan metode apa pun yang direncanakan guna menjadikan mereka pulang ke rumah,” ungkap Forum Tawanan dan Famili Penghilang sebagaimana dikutip media.
Al Arabiya
.
Pihak keluarga sandera mengancam: Berhenti membunuh dan hentikan penghilangan para tawanan saat ini! Sebelum melakukan apa pun lagi, lepaskan mereka terlebih dahulu.
Famili para tahanan mengadakan protes di luar kantor Netanyahu di Yerusalem pada hari Selasa.
Israel berjanji akan terus meneruskan pertempurannya di Gaza dengan alasan pembebasan seluruh tawanan, sementara menggelontorkan serangan yang paling ganas sejak gencatan senjata diberlakukan.
“Para keluarga sandera sudah mengajukan permintaan untuk berjumpa dengan petugas pemerintah yang berkewenangan menangani masa depan orang-orang yang disayangi mereka. Namun, ajakan tersebut belum mendapat respon,” ujar keluarga melalui pernyataan tertulis.
Kini terungkap – para petugas pemerintah tidak berinteraksi dengan mereka sebab mereka sedang mempersiapkan pelanggaran gencatan senjata, yang bisa membahayakan orang-orang tersayang mereka.
Dari 251 orang yang disandera oleh Hamas saat serangan mereka pada Oktober 2023 dan menyebabkan konflik, terdapat 58 sanderi yang kini masih dikendalikan kelompok tersebut di Gaza. Dalam jumlah ini, sebanyak 34 dinyatakan meninggal dunia versi pihak militer Israel.
Penyerangan oleh Israel pada hari Selasa, yang melanda keseluruhan wilayah Gaza, mengakibatkan paling tidak 326 jiwa tewas. Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak berkebangsaan Palestina.
Media pemerintah di Gaza menyatakan bahwa pembukaan kembali terhadap genosida di Gaza berlangsung serentak dengan penghentian bantuan kemanusiaan pada tanggal 2 Maret serta penutupan seluruh titik perlintasan. Ini semakin mengerahkan situasi kemanusiaan yang sudah tegang di Gaza dan menghalangi hampir 2,4 juta penduduk Palestina untuk mendapatkan kebutuhan pokok mereka.
Kantor pers di Gaza menyerukan kepada komunitas global, meliputi Majelis Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi advokasi Hak Asasi Manusia, agar beraksi cepat guna mengakhiri kekerasan yang terjadi di Gaza.
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI