IKABARI.COM, JAKARTA – Rencana Pemprov DKI Jakarta menonaktifkan 194.777 Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk ( KTP ) warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta mendapatkan penolakan.
Terutama dari mereka warga yang merantau ke Jakarta guna mencari nafkah.
“Itu yang di hapus sesuai usul RT. Saya kebetulan RT di Jakarta tetangga rumah dekat, sepertinya sih masih aman KTP Jakarta, tapi harus siap-siap juga nih,” ujar Thomas warga Jakarta yang kini tinggal di Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/5/2023).
Indra yang juga warga Bogor, Jawa Barat juga masih ber-KTP Jakarta.
Ia sempat mengecek status penonaktifan KTP DKI Jakarta di situs resmi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta. Setelah mengecek namanya masih ada dan terdaftar.
“Alhamdulillah setelah mengecek belum di blokir,” kata Indra.
Luth yang juga warga Ambon keberatan mendengar rencana Pemprov DKI menonaktifkan KTP warga yang tak lagi tinggal di ibu kota.
Sebab, meski sudah tiga tahun tinggal di Ambon, Luth masih memiliki niat untuk kembali mencari pekerjaan di Jakarta setelah proyek yang ia geluti saat ini selesai.
“Saya berharap aturan itu enggak dilaksanakan gitu. Karena saya kerja di luar kota sudah hampir tiga tahun. Mungkin nanti saya mau kembali ke Jakarta, untuk bekerja di sana,” kata Luth.
Melibatkan RT RW Serta Lurah
Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin memastikan dalam tahapan sosialisasi tertib administrasi kependudukan, akan melibatkan semua lapisan dari tingkat RT, RW, Lurah, Camat, dan Dasa Wisma.
“Jadi kami melibatkan yang di bawah RT, RW, Lurah, Camat-camat dan Dasa Wisma yang selama ini menyampaikan ke kita. Jadi hikmahnya dengan jangka waktu yang lebih panjang ini kami dapat data yang lebih akurat lagi,” jelasnya.
Budi mengungkapkan, data terbanyak adalah penduduk yang tidak di ketahui keberadaannya, dan yang sudah pindah ke luar DKI Jakarta.
Akan tetapi dokumen kependudukannya masih tercantum di DKI Jakarta.
“Jumlahnya sekitar 136.000 penduduk dari 194.777 penduduk nonaktif yang ada,” ujar Budi.
Budi Awaluddin berujar, penonaktifan KTP DKI perlu di lakukan agar pencatatan administrasi kependudukan di Ibu Kota lebih rapi.
“Ini (penonaktifan KTP DKI) merupakan upaya penertiban administrasi kependudukan, di mana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta,” ujar Budi.
Kata Budi, dengan adanya penonaktifan KTP DKI, program Pemprov DKI bakal lebih maksimal. Ia mencontohkan, salah satu program yang bakal menjadi lebih maksimal adalah penyaluran bantuan sosial kepada warga.
Penyaluran bantuan sosial memang memerlukan data berupa KTP.
“Dengan penertiban administrasi kependudukan, pemberian bantuan sosial kepada warga pun dapat lebih tepat sasaran dan akurat,” kata dia.
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono meminta Pemprov DKI Jakarta untuk menunda rencana penonaktifan 194.777 Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Ibu Kota.
Mujiyono mengatakan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta harus mengevaluasi rencana penonaktifan NIK warga DKI yang sudah hengkang dari Jakarta.
Mujiyono menyebut, perlu ada validasi data secara menyeluruh terkait rencana tersebut, karena data itu juga berkaitan dengan rekening bank dan zonasi sekolah.
“Di kesempatan yang masih panjang ini, Komisi A meminta untuk melakukan penundaan,” ujar Mujiyono.
Selain itu, kata dia, Dinas Dukcapil juga harus melakukan sosialisasi secara komprehensif kepada masyarakat.
Upaya itu di lakukan untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan angka atau malah angkanya lebih sedikit dari yang di umumkan kepada publik.
“Jangan terlalu cepat, jadi sosialisasinya di perpanjang sekalian di matangkan data yang ada, apakah benar datanya 194.777,” imbuh pria yang juga menjadi Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta ini.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta mewanti-wanti rencana penonaktifan 194.777 Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga Ibu Kota.
Berdasarkan pendataan Dukcapil, ratusan ribu warga itu sudah hengkang dari Jakarta, namun masih tercatat sebagai warga Ibu Kota.
Penonaktifan NIk Berpotensi Menimbulkan Kegaduhan
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, rencana penonaktifan NIK warga dalam waktu dekat berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Apalagi Indonesia akan melaksanakan Pemilu 2024, sehingga pemilik NIK tersebut tentu berkeinginan menggunakan hak pilihnya.
“Ini kan menjelang Pemilu, jangan ini membuat kegaduhan ketika hak pilih mereka di hilangkan,” ujar Gembong.
Menurutnya, Dinas Dukcapil DKI Jakarta harus berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta soal rencana penonaktifan NIK tersebut.
Soalnya rencana itu berkaitan dengan hilangnya hak pilih mereka saat mengikuti Pemilu 2024, terutama Pileg dan Pilkada.
“Jangan sampai hanya 1-2 orang yang mati, lalu di matikan NIK-nya nanti akan berakibat fatal terhadap hasil Pemilu,” kata anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta ini.
Gembong lalu menyarankan kepada pemerintah daerah untuk mematangkan rencana ini baik-baik.
Jika perlu, rencana itu bisa di eksekusi setelah Pemilu 2024.
“Pilihan pertama ya sesudah pemilu, pilihan kedua koordinasi dengan KPU. Artinya ini harus betul-betul di lakukan koordinasi yang baik agar hak pilih masyarakat tidak terganggu akibat mematikan NIK, kuncinya di situ,” jelasnya.
Meski demikian, Gembong sebetulnya mendukung rencana penonaktifan NIK tersebut karena berkaitan dengan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah daerah.
Dia menyebut, ada sekitar 1,1 juta penerima bansos, dan kemungkinan ratusan warga yang hengkang dari Jakarta masih tercantum dalam daftar tersebut.
“Kalau kita lihat Jakarta itu 1 juta lebih loh (penerima bansos) dari informasi yang kami dapatkan. 1 juta lebih ini kalau tidak di lakukan koordinasi dengan baik, akan berakibat hasil pemilunya bermasalah. Ini artinya kalau mereka menggugat dan lainnya, ini akan bermasalah,” ucapnya.
(Tribun Network/bobaronline)
Bahran Hariz adalah seorang penulis di Media Online IKABARI.