jogja.
, Yogyakarta – Komunitas akademik
Universitas Gadjah Mada (UGM)
menyelenggarakan podium terbuka untuk mengkritik UU No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada hari Selasa (18/3).
Platform bebas dengan tema Penolakan Rancangan Undang-Undang Tentang TNI itu disertai oleh berbagai kelompok mulai dari mahasiswa sampai dosen.
Achmad Munjid dari UGM menyebut bahwa tindakan tersebut adalah cara untuk menanggapi perubahan dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang sedang berjalan secara tertutup dan cepat beberapa hari yang lalu.
“Munjid menyatakan bahwa kami menemukan adanya aktivitas yang cukup mencurigakan, dan jika kita lihat dari tujuannya sebenarnya tak lain adalah untuk memulihkan peran ganda ABRI,” katanya.
Dia menggarisbawahi pentingnya agar militernya tidak kembali ke ranah-ranah sipil dan masyarakat menolak hal tersebut.
Pada kesempatan ini, dia meminta semua pihak termasuk institusi pendidikan agar tetap aktif dalam mendorong penghapusan Rancangan Undang-Undang Tentang TNI.
Ia mengatakan bahwa dia berharap universitas-universitas lain dan organisasi-organisasi masyarakat sipil ikut serta bekerja sama.
Menurut dia, dengan berkolaborasi dan tetap menyuarakan pendapatlah yang dapat mencegah pembahasan RUU Tentang TNI itu dilanjutkan.
Rektor dari Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, yang juga menghadiri acara dialog terbuka tersebut, menyinggung bahwa kegiatan serupa akan diselenggarakan di institusinya.
“Kami (UII) setuju menolak demi kemajuan negeri ini,” ujar Fathul.
Fathul menyebutkan bahwa sejarah gelap era Orde Baru perlu dijadikan waspada agar pola serupa dapat ditolak secara tegas.
Sekarang sebelumnya, para ahli dari organisasi seperti Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), serta Serikat Pekerja Kampus (SPK) telah mengklaim bahwa rancangan perubahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang kini tengah dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bertentangan dengan undang-undang dasar negara tersebut. Selain itu mereka juga menegaskan hal tersebut dapat melanggar hak asasi manusia dan bisa jadi ancaman bagi kebebasan ilmiah di lingkungan akademi.
Dosen dari Fakultas Hukum UGM, Herlambang P. Wiratraman, menyebut bahwa proses peninjauan ulang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini tampaknya dipercepat untuk dapat segera ditetapkan sebagai peraturan yang berlaku.
“Prosesnya dilakukan sembarangan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat,” ungkap Herlambang ketika mengawali pernyataan sikap mereka secara online pada hari Minggu sore (16/3).
Herlambang juga menyebutkan bahwa selain masalah pada prosedurnya, pasal-pasal dalam rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang sedang beredar sekarang menandakan adanya usaha untuk memfasilitasi kemungkinan angkatan bersenjata dapat kembali menjalani peran di bidang sipil layaknya era Orde Baru.
“Perlu ditinjau kembali sejauh mana komitmennya untuk memelihara supremasi sipil di negeri yang menganut demokrasi,” katanya.
(mcr25/jpnn)
Tubagus Haikal adalah seorang kontributor di media IKABARI